14 April 2009

BERDEDIKASI

Dedikasi adalah pengabdian, sehingga berdedikasi adalah penuh pengabdian.

Pengabdian adalah ibadah, sehingga penuh pengabdian adalah tidak pernah terlepas dari aktifitas peribadatan.

Ibadah adalah persembahan, sehingga peribadatan adalah mengisi seluruh hidupnya dengan persembahan-persembahan, menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan mempersembahkannya kepada seluruh manusia, alam, dan seluruh isinya, yang terangkum dalam sebuah Parade Dialog.

Menyembah kepadaNya, adalah menyelesaikan seluruh ujian yang diberikanNya, tentu saja dengan motivasi yang sangat beragam, dan diantaranya adalah :

  • Budakisme, adalah sebuah mental yang tidak mempunyai motivasi dari dalam diri, tidak mampu mandiri, tidak punya harga diri, dia akan menunjukkan dedikasinya hanya bila tahu sedang diawasi,
  • materialisme, adalah mental yang menilai segala sesuatu hanya berdasarkan perhitungan untung dan rugi, pahala dan dosa, surga dan neraka, dia akan menunjukkan dedikasinya hanya bila dapat untung, pahala, atau surga.
  • romantisme, adalah mental yang menilai segala sesuatu hanya berdasarkan cinta, kasih, dan sayang, dia akan menunjukkan dedikasinya hanya bila merasa mencintai, mengharapkan dikasihi, dan menjadi orang kesayangan.

Mempersembahkan kepada seluruh manusia, alam, dan seluruh isinya, bermotif lebih beragam lagi, dan diantaranya adalah :

  • Tidak dermawannya orang kaya, yang melahirkan mental untuk menunggu kaya dulu baru beramal, padahal di setiap rejeki yang diperoleh, selalu terkandung hak orang lain : fakir, miskin, anak yatim, mu’alaf, mujahid, musyafir, amil, dan para ahli kitab,
  • tidak jujurnya para pejabat, yang melahirkan mental untuk hanya saling mencari kesalahan orang lain, hanya menuntut tanpa pemenuhan kewajiban pribadi, padahal setiap manusia dilarang berbohong, setiap manusia wajib menyelesaikan tugasnya masing-masing : pemimpin memimpin, pengajar mengajar, pelajar belajar, pekerja bekerja, dan orang tua tidak kekanak-kanakan,
  • tidak takwanya kaum pakar, yang melahirkan mental untuk bertaqwa hanya bila telah menguasai dalilnya,

Padahal dalil, hukum, dan kepakaran justru muncul karena ketakwaan, kejujuran dan kedermawanan, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para utusan : Adam, Musa, Ibrahim, Isa, dan Muhammad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar