Yang katanya berbudaya tinggi : hancur hanya karena seorang Sumanto.
Yang katanya baik hati, habis hanya karena seorang Amrozi.
Yang katanya bijaksana, terkoyak oleh orang yang berjuluk Syech Puji.
Dan Untung masih ada Ponari
Jangan melihat siapa yang sedang berbicara, tetapi perhatikan apa yang sedang dibicarakan.
Terlalu banyak perselisihan terlahir atas nama demokrasi, terlalu sering konflik terjadi, hanya karena terjebak pada belenggu pribadi, hanya karena berpola dasar berbeda.
Satunya merah, yang lain kuning,
antara yang berjuang dari daerah dengan danyangnya Jakarta,
antara matahari terbit dengan rajawali,
antara segilima dengan bulatan,
antara yang mengorbit dengan yang mau tenggelam,
antara pencapai rating tertinggi dengan yang sudah jarang dikontrak.
Amati citranya, yang seolah-olah seperti sekelompok penumpang biskota, sedang apriori dengan seorang pengendara mobil pribadi :
- Mereka tertawa bersama bila mobil pribadi tersiram air kubangan yang terlontar dari roda-roda bis kota,
- mereka gembira bila mobil pribadi terpepet sampai terseok-seok di marka jalan raya,
- mereka iri bila mobil pribadi mendahuluinya,
- mereka dengki bila mobil pribadi terlalu cepat jauh melesat.
Citra adalah sebuah gambaran, mewakili perilaku sebuah komunitas, meskipun hanya terjadi pada seseorang.
Citra adalah sebuah gambaran, seberapa kepekaan sang panca indra, sehingga mampu memasok data yang cukup untuk dianalisa.
Citra adalah sebuah gambaran, yang kenyataannya tergantung dari pola dasar masing-masing.
Piala citra, patut untuk ditinjau kembali, karena diharapkan mampu memberikan gambaran, sejauh mana tingkat kreatifitas insan-insannya, meskipun pemenangnya tetap harus satu dua orang saja.
Menjaga citra, dapat dilakukan hanya bila kembali mengemban sila Ketuhanan yang dikombinasi dengan sila Permusyawaratan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar